Kamis, 17 Oktober 2013

PELAJARILAH LAUT SEBELUM LAUT MEMBERI “PELAJARAN” PADA KITA



       Sebuah pepatah yang mengatakan bahwa pelajarilah laut sebelum laut memberi “pelajaran” pada kita, membuat kita perlu untuk mencermati dan merenungkannya. Karena tanpa kita sadari, ternyata selama ini laut telah memberi pelajaran pada kita, dimana peristiwa Tsunami dan gelombang pasang yang telah menelan ribuan jiwa di Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004 adalah salah satu buktinya. Tsunami dan gelombang pasang telah merusak dan memporak-porandakan segala suatu yang diterjangnya di tepi pantai dan juga mencapai beberapa kilometer ke daratan.
       Ditambah lagi tentang pemanasan global yang muncul diakhir tahun 2007, mengakibatkan kita sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim sangat rentan terhadap kenaikan suhu permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global tersebut. Naiknya suhu permukaan air laut dapat menenggelamkan pulau-pulau yang ada di Indonesia. Menurut data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2005-2007, Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecil karena tenggelam.
       Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, selamanya kita tidak akan bisa melepaskan diri dari sebuah kenyataan bahwa kita adalah negara kepulauan, dimana secara kasat mata dapat dilihat dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar secara acak dan saling berjauhan satu sama lainnya. Kita memiliki kurang lebih 17.508 pulau. Dan kita pula terdiri atas 2/3 luas wilayah adalah lautan. Makanya, kita dikenal sebagai negara kepulauan dan negara maritim.
       Sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim, tak lepas pula dari posisi kita yang sangat kompleks. Kompleksitas posisi kita disebabkan karena berada diantara dua Benua (Australia dan Asia) dan diantara dua Samudera (Hindia dan Pasifik), serta secara geologis terletak pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat besar, yakni Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke arah barat, Lempeng Samudera Hindia - Benua Australia yang bergerak ke utara, serta Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah Timur - Tenggara.
Dari kompleksitas posisi kita tersebut, ternyata membawa beberapa keuntungan sekaligus kerugian. Keuntungannya yakni terletak pada potensi yang terkandung di lautnya. Potensi laut tersebut sedemikan besar bahkan mungkin jauh lebih besar dari yang dibayangkan sebelumnya. Diibaratkan laut seperti harta karun yang bernilai tinggi. Laut menyimpan potensi yang tidak hanya tersimpan di dasarnya, tetapi juga di wilayah laut dan permukaannya.
Potensi yang tersimpan di dasar dan wilayah laut diantaranya berbagai jenis sumber energi, bahan tambang dan mineral, seperti emas, perak, timah, biji besi dan mineral berat. Menurut sejumlah survei, hampir 70% produksi minyak dan gas bumi kita berasal dari kawasan pesisir dan laut. Ditambah lagi, dengan telah ditemukannya jenis energi baru pengganti BBM berupa gas hidrat dan gas biogenik di lepas pantai barat Sumatera dan selatan Jawa Barat serta utara Selat Makassar. Menurut Richardson (2008), energi baru tersebut memiliki potensi yang sangat besar melebihi seluruh potensi minyak dan gas bumi.
       Laut juga berpotensi sebagai penyedia sumber daya ikan, dimana saat ini kita merupakan produsen ikan terbesar keenam di dunia, dengan volume produksi enam juta ton (FAO, 2003). Sementara potensi yang berada di permukaan laut diantaranya kegiatan pariwisata. Jenis wisata yang dikembangkan yaitu bentang laut (kegiatan wisata permukaan laut yakni selancar dan memancing, dan kegiatan wisata bawah air yakni menyelam), bentang pesisir dan pulau-pulau kecil (yakni kegiatan olah raga pantai dan rekreasi), serta ekominawisata bahari (yakni wisata bahari yang menyatukan produk wisata dengan perikanan yang berdasar pada wawasan lingkungan).
Sedangkan kerugian dari kompleksitas posisi kita yakni, pertama menyangkut posisi kita yang berada pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat besar, mengakibatkan kita sangat rawan terhadap Gempa Bumi. Karena salah satu penyebab Gempa Bumi adalah getaran yang diakibatkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Dan pergeseran lempeng memang tidak bisa dihindari karena merupakan bagian dari evolusi bumi.
       Kekuatan suatu Gempa Bumi bergantung pada jumlah energi yang terlepas saat terjadi pergeseran dan tumbukan. Ada kalanya pergeseran tersebut menyebabkan perubahan energi yang tiba-tiba sehingga terjadi ledakan dan patahan yang menimbulkan Gempa Bumi yang hebat. Ditambah lagi dengan sifat air laut sebagai media pengantar energi yang baik, membuatnya sangat sensitif dan reaktif terhadap adanya perubahan energi yang mendadak tersebut.
Gempa Bumi yang terjadi di laut dapat menimbulkan gelombang air pasang yang sangat besar dengan ketinggian yang dapat mencapai puluhan meter. Gelombang air laut yang besar tersebut dinamakan Tsunami. Menurut NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), setiap Gempa tektonik yang terjadi di dasar laut dan besarnya lebih dari 6 Skala Richter akan berpeluang menghasilkan gelombang Tsunami. Bencana Tsunami yang pernah terjadi di Indonesia yakni di Aceh dan Sumatera Utara yang menelan korban sekitar 250.000 jiwa.
       Kedua, terkait posisi kita yang berada antara dua Benua dan dua Samudera, membuat kita menjadi kawasan yang paling dinamis. Dinamika perairan kita merupakan dinamika massa air Samudera di dunia. Dari hasil pantauan satelit yang diverifikasi melalui pengukuran oseanografis di laut memperlihatkan bahwa pola arus yang membawa massa air yang bergerak dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melewati selat-selat di perairan Indonesia, yang biasa disebut Arlindo.
       Pergerakan Arlindo ini akan mempengaruhi perubahan iklim secara global, sehingga memicu adanya variabilitas iklim ekstrem seperti El Nino (lebih panas dari rata-ratanya) dan La Nina (lebih dingin dari rata-ratanya) yang terjadi setiap saat di daerah tertentu. Namun, kondisi cuaca atau iklim ekstrem tersebut muncul apabila terjadi penyimpangan (anomali) kondisi udara, yang disebabkan oleh unsur-unsur cuaca seperti suhu udara yang berindikasi menyimpang dari rata-rata.
       Saat ini telah terjadi penyimpangan suhu udara dari rata-rata (pemanasan global) yang disebabkan oleh kemajuan industrialisasi yang semakin pesat, sehingga menghasilkan gas-gas seperti karbondioksida, methan, nitrogen oksida dan kloroflourokarbon yang melimpah di udara. Dengan meningkatnya konsentrasi gas-gas tersebut, maka penyerapan matahari menjadi semakin tinggi, dan pada akhirnya meningkatkan suhu udara di bumi.
        Meningkatnya suhu udara di bumi sangat berpengaruh terhadap laut. Karena salah satu sifat laut yaitu mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menyerap energi matahari. Sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya suhu air di laut. Meningkatnya suhu air laut mengakibatkan pemuaian air laut, pencairan gletser atau es kutub, penguapan yang menimbulkan awan dan pada akhirnya menyebabkan hujan. Ketiga hal tersebut secara tidak langsung menambah volume air di lautan, yang akan mengakibatkan kenaikan permukaan laut.
Kenaikan permukaan laut akan mengakibatkan panjang garis pantai akan berkurang dan daratan di pesisir pantai akan hilang serta bersamaannya pula akan ikut tenggelam kota-kota dan desa pesisir yang menjadi pemukiman penduduk. Bencana besar tersebut akan datang semakin cepat apabila upaya antisipasi tidak dilakukan baik secara regional maupun global.
       Selain itu, meningkatnya suhu air laut juga membuat kondisi laut lebih panas dan kandungan oksigen berkurang, sehingga akan membuat ikan semakin sulit mendapat oksigen yang cukup untuk tumbuh, akibatnya ikan akan berhenti untuk tumbuh lebih cepat. Para ilmuan memperingatkan bahwa ukuran spesis ikan diperkirakan akan menyusut hingga 24%.
       Dari beberapa hal yang telah dipaparkan diatas, dimaksudkan sebagai gambaran bahwa peristiwa Tsunami dan pemanasan global yang terjadi, seolah-olah memberi isyarat pada kita, bahwa mempelajari dan peduli pada laut sudah tak bisa ditawar lagi. Tanpa itu, kita akan menjadi korban. Apalagi ditambah kita negara kepulauan dan negara maritim serta memiliki posisi yang kompleks.


Dimuat dalam koran lokal Kendari  Pos, Selasa, 22 Januari 2013
.