Selasa, 29 September 2015

Karakteristik sosial masyarakat pesisir



Ruang lingkup
1.      Karakteristik Sosial Masyarakat pesisir
2.      Pengertian dan Penggolongan Nelayan
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

****** Karakteristik Sosial Masyarakat pesisir
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri dkk, 2001), apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (croos-shore).
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources); (2) sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources); dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services).  Sumber daya dapat pulih meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, serta sumber daya perikanan laut. Pengertian sumber daya perikanan laut sebagai sumber daya yang dapat pulih sering disalahtafsirkan sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas.  Secara nasional, potensi lestari sumber daya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48% (Ditjen Perikanan, 1998).
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki berbagai macam jasa lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia.  Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat pemukiman, tempat rekreasi, dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah dari pemukiman dan industri, pengatur iklim (climate regulator). Kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya.
Sebagai negara maritim, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari wilayahnya berupa laut serta memiliki potensi perikanan yang besar.  Potensi ikan lestarinya paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton di perairan nusantara yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton per tahun berada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang potensi pemanfaatannya juga baru 20 persen (Dahuri, 2004). Perairan laut seluas total 5,8 juta Km2 (berdasarkan konvensi PBB tahun 1982), Indonesia menyimpan potensi sumberdaya hayati dan non hayati yang melimpah.  Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat tinggal dan menempati daerah sekitar wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki beberapa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.  Wilayah pesisir tersebut tersebar dalam beberapa desa-desa pesisir, dari  67.439 desa di Indonesia kurang lebih 9.261 desa dikategorikan sebagai desa pesisir di mana sebagai besar penduduknya miskin. Desa-desa pesisir menjadi kantong-kantong kemiskinan struktural yang potensial.  Kesulitan mengatasi masalah kemiskinan di desa-desa pesisir telah menjadikan penduduk di kawasan ini harus menanggung beban kehidupan yang tidak dapat dipastikan kapan akan berakhir. Keterbatasan pekerjaan yakni hanya sebagai nelayan penangkap, pembudi daya maupun sebagai pengolah hasil perikanan menimbulkan kerawanan di bidang sosial-ekonomi yang dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya kerawanan-kerawanan di bidang kehidupan yang lain.
Penjelasan mengenai wilayah pesisir dan sumber daya pesisir telah dipaparkan secara jelas, untuk melengkapi bahan penjelasan perlu kiranya diketahui juga apa yang dimaksud dengan populasi masyarakat pesisir itu sendiri.  Populasi masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bias juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan.
Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya. Defenisi luas tersebut, tidak seluruhnya diambil namun hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia, di pantai, dan di  pulau-pulau besar dan kecil. Sebagian masyarakat nelayan pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah, namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten yakni menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat pendek.
Tingkat sosial-ekonomi maupun budaya yang rendah merupakan ciri umum kehidupan nelayan, jika dibandingkan dengan secara seksama dengan kelompok masyarakat lain di sektor pertanian, nelayan (khususnya nelayan buruh dan nelayan kecil atau nelayan tradisional) dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin. Pola-pola pekerjaan sebagai nelayan membatasi aktivitas ke sektor pekerjaan lain sehingga mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya. 
Menurut perspektif sosiologi, karakterisitik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik sumber-sumber yang dihadapi. Pada masyarakat agraris, produksi bisa diperkirakan karena sumber daya lebih dapat dikontrol. Sifat produksi yang tetap, demikian pula dengan lokasi pengolahannya, menjadikan mobilitas usaha relatif lebih rendah dan resiko yang kemungkinan ditimbulkannya pun tidak terlampau besar. Tidak demikian dengan karakteristik masyarakat pesisir yang direprensentasikan oleh nelayan. Mereka harus menghadapi sumber daya berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal. Karakteristik demikian menimbulkan resiko sangat tinggi, yang membentuk manusia pesisir berwatak keras, tegas, dan terbuka (Satria, 2002).
Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin diantaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak (Nikijuluw, 2001).
***** Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya.  Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003). Selanjutnya menurut Ensiklopedia Indonesia (1990) yang dikatakan nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti menebar dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian. Pengertian lain mengatakan bahwa nelayan merupakan seseorang yang memanfaatkan wilayah pesisir sebagai tempat bekerjanya (Elfrindi, 2002).
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.  Selanjutnya pengertian lain dari nelayan yaitu orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat Jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu/kapal motor, dan mengangkut ikan dari perahu/kapal motor tidak dikategorikan sebagai nelayan.
Pada dasarnya, penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang :
1.      Dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan yang lain).
2.      Ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya
3.      Dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan.
Adapun penjabaran serta penjelasan dari masing-masing sudut pandang tersebut akan dijelaskan secara lengkap sebagai berikut :
1.      Dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan yang lain).  Jika ditinjau dari segi pandang ini maka struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori :
1.      Nelayan pemilik (memiliki alat-alat produksi)
2.      Nelayan buruh.  Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas.
Secara kuantitatif, jumlah nelayan buruh lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik.
2.   Ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya
Struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut sebagai nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak, sedangkan nelayan kecil justru sebaliknya.
3.      Dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan.
Masyarakat nelayan terbagi menjadi nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Jumlah nelayan-nelayan modern relatif lebih kecil dibandingkan dengan nelayan tradisional. Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi terhadap tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosial-ekonomi.  Baik nelayan besar dan atau nelayan modern maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial-ekonomi yang relatif sama, dengan orientasi usaha dan perilaku yang berbeda-beda.
Berdasarkan uraian di atas, nelayan buruh dapat bekerja pada unit-unit penangkapan yang dimiliki nelayan besar atau nelayan modern dan nelayan kecil atau nelayan tradisional. Sekalipun demikian, nelayan buruh yang bekerja pada unit-unit penangkapan yang lebih modern dan canggih, seperti purse seine yang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis, tidak mesti lebih baik tingkat kesejahteraan hidupnya dibandingkan dengan nelayan buruh yang bekerja pada unit-unit penangkapan tradisional, seperti sampan pancingan, yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol, cakalang, dan ikan layang (pelagic fish) atau perahu jaring senar yang dipakai untuk menangkap jenis-jenis ikan dasar (demersal fish).