Sebuah pepatah
yang mengatakan bahwa pelajarilah laut sebelum laut memberi “pelajaran” pada
kita, membuat kita perlu untuk mencermati dan merenungkannya. Karena tanpa kita
sadari, ternyata selama ini laut telah memberi pelajaran pada kita, dimana
peristiwa Tsunami dan gelombang pasang yang telah menelan ribuan jiwa di Aceh
dan Sumatera Utara tahun 2004 adalah salah satu buktinya. Tsunami dan gelombang
pasang telah merusak dan memporak-porandakan segala suatu yang diterjangnya di
tepi pantai dan juga mencapai beberapa kilometer ke
daratan.
Ditambah lagi
tentang pemanasan global yang muncul diakhir tahun 2007, mengakibatkan kita
sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim sangat rentan terhadap
kenaikan suhu permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global tersebut.
Naiknya suhu permukaan air laut dapat menenggelamkan pulau-pulau yang ada di
Indonesia. Menurut data DKP (Departemen
Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2005-2007, Indonesia telah kehilangan 24
pulau kecil karena tenggelam.
Suka atau tidak
suka, mau atau tidak mau, selamanya kita tidak akan bisa melepaskan diri dari
sebuah kenyataan bahwa kita adalah negara kepulauan, dimana secara kasat mata dapat
dilihat dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar secara acak dan saling
berjauhan satu sama lainnya. Kita memiliki kurang lebih 17.508 pulau. Dan kita
pula terdiri atas 2/3 luas wilayah adalah lautan. Makanya, kita dikenal sebagai
negara kepulauan dan negara maritim.
Sebagai negara
kepulauan sekaligus negara maritim, tak lepas pula dari posisi kita yang sangat
kompleks. Kompleksitas posisi kita disebabkan karena berada diantara dua Benua
(Australia dan Asia) dan diantara dua Samudera (Hindia dan Pasifik), serta
secara geologis terletak pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat
besar, yakni Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke arah barat, Lempeng
Samudera Hindia - Benua Australia yang bergerak ke utara, serta Lempeng Benua
Eurasia yang bergerak ke arah Timur - Tenggara.
Dari
kompleksitas posisi kita tersebut, ternyata membawa beberapa keuntungan
sekaligus kerugian. Keuntungannya yakni terletak pada potensi yang terkandung
di lautnya. Potensi laut tersebut sedemikan besar bahkan mungkin jauh lebih
besar dari yang dibayangkan sebelumnya. Diibaratkan laut seperti harta karun
yang bernilai tinggi. Laut menyimpan potensi yang tidak hanya tersimpan di
dasarnya, tetapi juga di wilayah laut dan permukaannya.
Potensi yang
tersimpan di dasar dan wilayah laut diantaranya berbagai jenis sumber energi,
bahan tambang dan mineral, seperti emas, perak, timah, biji besi dan mineral
berat. Menurut sejumlah survei, hampir 70% produksi minyak dan gas bumi kita berasal
dari kawasan pesisir dan laut. Ditambah lagi, dengan telah ditemukannya jenis
energi baru pengganti BBM berupa gas hidrat dan gas biogenik di lepas pantai
barat Sumatera dan selatan Jawa Barat serta utara Selat Makassar. Menurut
Richardson (2008), energi baru tersebut memiliki potensi yang sangat besar
melebihi seluruh potensi minyak dan gas bumi.
Laut juga
berpotensi sebagai penyedia sumber daya ikan, dimana saat ini kita merupakan
produsen ikan terbesar keenam di dunia, dengan volume produksi enam juta ton
(FAO, 2003). Sementara potensi yang berada di permukaan laut diantaranya
kegiatan pariwisata. Jenis wisata yang dikembangkan yaitu bentang laut
(kegiatan wisata permukaan laut yakni selancar dan memancing, dan kegiatan
wisata bawah air yakni menyelam), bentang pesisir dan pulau-pulau kecil (yakni
kegiatan olah raga pantai dan rekreasi), serta ekominawisata bahari (yakni
wisata bahari yang menyatukan produk wisata dengan perikanan yang berdasar pada
wawasan lingkungan).
Sedangkan kerugian dari kompleksitas posisi kita yakni, pertama menyangkut
posisi kita yang berada pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat
besar, mengakibatkan kita sangat rawan terhadap Gempa Bumi. Karena salah satu
penyebab Gempa Bumi adalah getaran yang diakibatkan oleh pergeseran lempeng
tektonik. Dan pergeseran lempeng memang tidak bisa dihindari karena merupakan
bagian dari evolusi bumi.
Kekuatan suatu Gempa Bumi bergantung pada jumlah energi yang
terlepas saat terjadi pergeseran dan tumbukan. Ada kalanya pergeseran tersebut
menyebabkan perubahan energi yang tiba-tiba sehingga terjadi ledakan dan
patahan yang menimbulkan Gempa Bumi yang hebat. Ditambah lagi dengan sifat air
laut sebagai media pengantar energi yang baik, membuatnya sangat sensitif dan
reaktif terhadap adanya perubahan energi yang mendadak tersebut.
Gempa Bumi yang
terjadi di laut dapat menimbulkan gelombang air pasang yang sangat besar dengan
ketinggian yang dapat mencapai puluhan meter. Gelombang air laut yang besar
tersebut dinamakan Tsunami. Menurut NOAA (National
Oceanic and Atmospheric Administration), setiap Gempa tektonik yang terjadi
di dasar laut dan besarnya lebih dari 6 Skala Richter akan berpeluang menghasilkan
gelombang Tsunami. Bencana Tsunami yang pernah terjadi di Indonesia yakni di
Aceh dan Sumatera Utara yang menelan korban sekitar 250.000 jiwa.
Kedua, terkait posisi
kita yang berada antara dua Benua dan dua Samudera, membuat kita menjadi
kawasan yang paling dinamis. Dinamika perairan kita merupakan dinamika massa
air Samudera di dunia. Dari hasil pantauan satelit yang diverifikasi melalui
pengukuran oseanografis di laut memperlihatkan bahwa pola arus yang membawa
massa air yang bergerak dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melewati
selat-selat di perairan Indonesia, yang biasa disebut Arlindo.
Pergerakan Arlindo
ini akan mempengaruhi perubahan iklim secara global, sehingga memicu adanya variabilitas
iklim ekstrem seperti El Nino (lebih panas dari rata-ratanya) dan La Nina
(lebih dingin dari rata-ratanya) yang terjadi setiap saat di daerah tertentu.
Namun, kondisi cuaca atau iklim ekstrem tersebut muncul apabila terjadi
penyimpangan (anomali) kondisi udara, yang disebabkan oleh unsur-unsur cuaca
seperti suhu udara yang berindikasi menyimpang dari rata-rata.
Saat ini telah
terjadi penyimpangan suhu udara dari rata-rata (pemanasan global) yang
disebabkan oleh kemajuan industrialisasi yang semakin pesat, sehingga
menghasilkan gas-gas seperti karbondioksida, methan, nitrogen oksida dan
kloroflourokarbon yang melimpah di udara. Dengan meningkatnya konsentrasi gas-gas
tersebut, maka penyerapan matahari menjadi semakin tinggi, dan pada akhirnya
meningkatkan suhu udara di bumi.
Meningkatnya suhu udara di bumi sangat
berpengaruh terhadap laut. Karena salah satu sifat laut yaitu mempunyai
pengaruh yang sangat kuat dalam menyerap energi matahari. Sehingga dapat mengakibatkan
meningkatnya suhu air di laut. Meningkatnya suhu air laut mengakibatkan
pemuaian air laut, pencairan gletser atau es kutub, penguapan yang menimbulkan
awan dan pada akhirnya menyebabkan hujan. Ketiga hal tersebut secara tidak
langsung menambah volume air di lautan, yang akan mengakibatkan kenaikan
permukaan laut.
Kenaikan
permukaan laut akan mengakibatkan panjang garis pantai akan berkurang dan daratan
di pesisir pantai akan hilang serta bersamaannya pula akan ikut tenggelam kota-kota
dan desa pesisir yang menjadi pemukiman penduduk. Bencana besar tersebut akan
datang semakin cepat apabila upaya antisipasi tidak dilakukan baik secara
regional maupun global.
Selain itu,
meningkatnya suhu air laut juga membuat kondisi laut lebih panas dan kandungan
oksigen berkurang, sehingga akan membuat ikan semakin sulit mendapat oksigen yang
cukup untuk tumbuh, akibatnya ikan akan berhenti untuk tumbuh lebih cepat. Para
ilmuan memperingatkan bahwa ukuran spesis ikan diperkirakan akan menyusut
hingga 24%.
Dari beberapa hal
yang telah dipaparkan diatas, dimaksudkan sebagai gambaran bahwa peristiwa
Tsunami dan pemanasan global yang terjadi, seolah-olah memberi isyarat pada
kita, bahwa mempelajari dan peduli pada laut sudah tak bisa ditawar lagi. Tanpa
itu, kita akan menjadi korban. Apalagi ditambah kita negara kepulauan dan negara
maritim serta memiliki posisi yang kompleks.
Dimuat dalam koran lokal Kendari Pos, Selasa, 22 Januari 2013
.