Ruang lingkup
1.
Karakteristik Sosial
Masyarakat pesisir
2.
Pengertian dan Penggolongan
Nelayan
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
****** Karakteristik Sosial
Masyarakat pesisir
Wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri dkk, 2001), apabila ditinjau dari garis
pantai (coastline) suatu wilayah
pesisir (pantai) memiliki dua macam batas (boundaries),
yaitu batas yang sejajar garis pantai (long
shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (croos-shore).
Potensi
pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources); (2) sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources); dan (3)
jasa-jasa lingkungan (environmental
services). Sumber daya dapat pulih
meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, serta
sumber daya perikanan laut. Pengertian sumber daya perikanan laut sebagai
sumber daya yang dapat pulih sering disalahtafsirkan sebagai sumber daya yang
dapat dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Secara nasional, potensi lestari sumber daya
perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai
48% (Ditjen Perikanan, 1998).
Wilayah
pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki berbagai macam jasa lingkungan yang
sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup
manusia. Jasa-jasa lingkungan yang
dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat pemukiman,
tempat rekreasi, dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber
energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan
limbah dari pemukiman dan industri, pengatur iklim (climate regulator). Kawasan perlindungan (konservasi dan
preservasi), dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya.
Sebagai negara maritim, Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km dan memiliki
17.508 buah pulau serta dua pertiga dari wilayahnya berupa laut serta memiliki
potensi perikanan yang besar. Potensi
ikan lestarinya paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas
4,07 juta ton di perairan nusantara yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan
2,1 juta ton per tahun berada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang
potensi pemanfaatannya juga baru 20 persen (Dahuri, 2004). Perairan laut seluas total 5,8 juta
Km2 (berdasarkan konvensi PBB tahun 1982), Indonesia menyimpan potensi
sumberdaya hayati dan non hayati yang melimpah. Hal ini menyebabkan
sebagian besar masyarakat tinggal dan menempati daerah sekitar wilayah pesisir
dan menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Sebagai
negara kepulauan Indonesia memiliki beberapa wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil. Wilayah pesisir tersebut tersebar
dalam beberapa desa-desa pesisir, dari 67.439 desa di Indonesia kurang lebih 9.261
desa dikategorikan sebagai desa pesisir di mana sebagai besar penduduknya
miskin. Desa-desa pesisir menjadi kantong-kantong kemiskinan struktural yang
potensial. Kesulitan mengatasi masalah
kemiskinan di desa-desa pesisir telah menjadikan penduduk di kawasan ini harus
menanggung beban kehidupan yang tidak dapat dipastikan kapan akan berakhir. Keterbatasan
pekerjaan yakni hanya sebagai nelayan penangkap, pembudi daya maupun sebagai
pengolah hasil perikanan menimbulkan kerawanan di bidang sosial-ekonomi yang dapat
menjadi lahan subur bagi timbulnya kerawanan-kerawanan di bidang kehidupan yang
lain.
Penjelasan mengenai wilayah pesisir dan sumber daya
pesisir telah dipaparkan secara jelas, untuk melengkapi bahan penjelasan perlu
kiranya diketahui juga apa yang dimaksud dengan populasi masyarakat pesisir itu
sendiri. Populasi masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang
yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung
secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bias
juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang yang hidupnya
bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh
nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah
ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan.
Dalam bidang
non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata,
penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan
sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya. Defenisi
luas tersebut, tidak seluruhnya diambil namun hanya difokuskan pada kelompok
nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini
secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan
penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di
wilayah pesisir di seluruh Indonesia, di pantai, dan di pulau-pulau besar dan kecil. Sebagian
masyarakat nelayan pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah, namun
lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten yakni menjalani usaha dan
kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu
kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu
sangat pendek.
Tingkat
sosial-ekonomi maupun budaya yang rendah merupakan ciri umum kehidupan nelayan,
jika dibandingkan dengan secara seksama dengan kelompok masyarakat lain di
sektor pertanian, nelayan (khususnya nelayan buruh dan nelayan kecil atau
nelayan tradisional) dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling
miskin. Pola-pola pekerjaan sebagai nelayan membatasi aktivitas ke sektor
pekerjaan lain sehingga mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumah
tangganya.
Menurut
perspektif sosiologi, karakterisitik masyarakat pesisir berbeda dengan
karakteristik masyarakat agraris. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik
sumber-sumber yang dihadapi. Pada masyarakat agraris, produksi bisa
diperkirakan karena sumber daya lebih dapat dikontrol. Sifat produksi yang
tetap, demikian pula dengan lokasi pengolahannya, menjadikan mobilitas usaha
relatif lebih rendah dan resiko yang kemungkinan ditimbulkannya pun tidak
terlampau besar. Tidak demikian dengan karakteristik masyarakat pesisir yang
direprensentasikan oleh nelayan. Mereka harus menghadapi sumber daya
berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal. Karakteristik demikian
menimbulkan resiko sangat tinggi, yang membentuk manusia pesisir berwatak
keras, tegas, dan terbuka (Satria, 2002).
Dari sisi
skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin diantaranya terdiri dari
rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu,
menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha
ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam
kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara
bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan
kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah
tangga yang begitu banyak (Nikijuluw, 2001).
***** Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara
melakukan penangkapan ataupun budi daya.
Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan
pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003). Selanjutnya
menurut Ensiklopedia Indonesia (1990) yang dikatakan nelayan adalah orang yang
secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti
menebar dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi
perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal
penangkap ikan) sebagai mata pencaharian. Pengertian lain mengatakan bahwa
nelayan merupakan seseorang yang memanfaatkan wilayah pesisir sebagai tempat
bekerjanya (Elfrindi, 2002).
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan. Selanjutnya pengertian lain dari
nelayan yaitu orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam
perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif
melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan
pekerjaan seperti membuat Jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke
dalam perahu/kapal motor, dan mengangkut ikan dari perahu/kapal motor tidak
dikategorikan sebagai nelayan.
Pada dasarnya,
penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang :
1. Dari
segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan
perlengkapan yang lain).
2. Ditinjau
dari tingkat skala investasi modal usahanya
3. Dipandang
dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan.
Adapun
penjabaran serta penjelasan dari masing-masing sudut pandang tersebut akan dijelaskan
secara lengkap sebagai berikut :
1. Dari
segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan
perlengkapan yang lain). Jika ditinjau
dari segi pandang ini maka struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam
kategori :
1. Nelayan
pemilik (memiliki alat-alat produksi)
2. Nelayan
buruh. Nelayan buruh tidak memiliki
alat-alat produksi dan dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan
buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat
terbatas.
Secara kuantitatif, jumlah nelayan
buruh lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik.
2.
Ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya
Struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam
kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut sebagai nelayan besar karena
jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak,
sedangkan nelayan kecil justru sebaliknya.
3.
Dipandang dari tingkat teknologi
peralatan tangkap yang digunakan.
Masyarakat nelayan terbagi menjadi
nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan
teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan
tradisional. Jumlah nelayan-nelayan modern relatif lebih kecil dibandingkan
dengan nelayan tradisional. Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi
terhadap tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan
sosial-ekonomi. Baik nelayan besar dan
atau nelayan modern maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya
masing-masing merupakan kategori sosial-ekonomi yang relatif sama, dengan
orientasi usaha dan perilaku yang berbeda-beda.
Berdasarkan
uraian di atas, nelayan buruh dapat bekerja pada unit-unit penangkapan yang
dimiliki nelayan besar atau nelayan modern dan nelayan kecil atau nelayan
tradisional. Sekalipun demikian, nelayan buruh yang bekerja pada unit-unit
penangkapan yang lebih modern dan canggih, seperti purse seine yang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan
pelagis, tidak mesti lebih baik tingkat kesejahteraan hidupnya dibandingkan
dengan nelayan buruh yang bekerja pada unit-unit penangkapan tradisional,
seperti sampan pancingan, yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol,
cakalang, dan ikan layang (pelagic fish)
atau perahu jaring senar yang dipakai untuk menangkap jenis-jenis ikan dasar (demersal fish).