Minggu, 17 Agustus 2014

MEMBANGKITKAN SEMANGAT BAHARI



       “Kita semua terikat dengan laut. Dan saat kita kembali ke laut, apakah itu untuk berlayar atau sekedar melihat, kita akan kembali ke tempat dimana kita berasal.” Itulah salah satu kutipan pernyataan tokoh terkenal dunia, John F. Kennedy yang mengungkapkan bahwa Laut takkan pernah terlepas dari kehidupan manusia. Laut adalah kehidupan, tidak hanya bagi mereka yang tinggal di pesisir, namun juga yang hidup di daratan dan pegunungan.
       Karena betapa pentingnya Laut dalam kehidupan sehari - hari umat manusia, sehingga telah ditetapkan oleh PBB tanggal 8 Juni sebagai Hari Kelautan Sedunia (World Oceans Day, WOD). WOD mulai diperingati sejak tahun 2009, tetapi gagasan tersebut telah diusulkan sejak tanggal 8 Juni 1992 oleh Kanada dalam suatu konferensi tentang lingkungan (Earth Summit) di Rio de Jainairo Brasil. Di Indonesia, WOD mulai pertama kalinya diperingati sejak ditetapkan oleh PBB tahun 2009.
       Memperingati Hari Kelautan Sedunia merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan, mengingat Bumi kita sebagian besar terdiri atas Air yakni sekitar ¾ dan hanya ¼ terdiri atas Tanah/ Daratan. Bumi kita memiliki lima Samudera dan berbagai Lautan di dunia yang banyak memberikan manfaat bagi kehidupan. Jadi, dengan memperingati Hari Kelautan Sedunia membuat kita merasakan keterikatan dengan Laut dan takkan terpisahkan dari Laut, serta membuat kita menyadari betapa penting arti Laut dan menyadarkan kita untuk bersama - sama memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan Laut. Karena selama ini, Laut telah banyak memberikan manfaat penting bagi kita, selain sebagai penyedia sumberdaya ikan, bahan kosmetik, bahan obat - obatan penting, pariwisata, sumber energi, bahan tambang dan mineral. Laut dapat juga menstabilkan kondisi cuaca di permukaan bumi.
        Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekargaman hayati laut tertinggi di dunia, 2/3 wilayahnya terdiri atas perairan, garis pantai sepanjang 81.000 km serta pulau-pulau kecil sekitar 17.506 pulau.Bagi bangsa kita, perhatian terhadap Laut sudah ada sejak Deklarasi Djuanda tahun 1957 dan ratifikasi UNCLOS 1982 tahun 1985. Kemudian terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 1999. Dan yang terakhir adalah terlaksananya WOC (World Ocean Conference) yang menghasilkan MOD (Manado Ocean Declaration) tahun 2009 dimana telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menanamkan paradigma Kelautan di Dunia. Selain itu, kita juga patut merasa bangga bila menengok sejenak ke masa lalu karena sejak dulu bangsa kita terkenal sebagai Bangsa Bahari dan tidak sedikit bukti tertulis yang menyimpulkan kejayaan nenek moyang kita di Laut.
       Dari beberapa penemuan mengungkapkan bahwa nenek moyang kita berasal dari daratan Indo Cina dan Yunani pada tahun 2000 SM dan 500 SM. Sedangkan hasil riset sejarawan pada lukisan - lukisan perahu yang tergambar pada Cadas Gua prasejarah di Pulau - Pulau Muna, Seram dan Arguni menunjukkan bahwa bangsa kita sudah ada sejak 10.000 SM dan untuk mencapai kepulauan nusantara ini, nenek moyang kita harus melewati Laut yang sangat luas. Ini menunjukkan bahwa sebagai Bangsa Bahari, kita adalah ahli waris dari nenek moyang yang merupakan Pelaut Ulung.
       Ditambah lagi, pada abad ke-8 hingga ke-16 muncul tiga kerajaan besar yakni kerajaan Sriwijaya (tahun 683 - 1030), kerajaan Singasari dan Majapahit (tahun 1293 - 1478). Ketiga kerajaan besar ini mencapai era keemasan pada masanya, dimana sebagai kerajaan bahari yang kuat memiliki armada laut yang tanguh dan andal untuk berperang maupun berdagang. Namun sayang, kejayaan kerajaan - kerajaan bahari tersebut kemudian meredup disusul oleh masuknya VOC ke Indonesia (tahun 1602). Kemudian keadaan semakin bertambah parah dengan adanya perjanjian Giyanti (tahun 1755) yang mengikat beberapa kerajaan di nusantara.
       Oleh karena itu, kini adalah momen yang tepat untuk kembali mengingatkan kita sebagai Bangsa Bahari yang harus senantiasa menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya Laut dalam hidup kita. Betapa tidak, telah banyak kontribusi yang telah diberikan Laut  dalam kehidupan kita, sehingga sudah selayaknya kita harus senantiasa menjaga dan  melestarikannya. Karena hanya dengan cara tersebut, bangsa kita dapat menyebut dirinya sebagai bangsa yang amanah dan bertanggung jawab, atas karunia yang diberikan Tuhan.
       Melalui Hari Kelautan Sedunia ini diharapkan seluas mungkin dapat kita implementasikan dalam kehidupan. Misalnya melakukan kegiatan dengan mengkoordinasikan dengan berbagai acara diantaranya: pembersihan pantai, program seminar dan workshop kelautan, kontes seni budaya bertemakan bahari, festival film bertemakan perlindungan ekosistem laut, perlindungan dan penangkaran spesies - spesies laut yang hampir punah, penerbitan undang - undang perlindungan terhadap ekspoitasi hewan laut, serta pemetaan kawasan yang dilindungi sebagai cagar laut seperti Terumbu Karang. Dengan begitu, kita harus bisa hidup dengan laut, bersahabat dengan laut, dan jaya di laut. Jalesveva Jayamahe...Selamat Hari kelautan Sedunia


Dimuat dalam koran lokal Kendari  Pos, Jumat, 15 Juni 2013

Senin, 21 Juli 2014

DILEMA WISATA BAHARI INDONESIA



Kita selalu bangga akan luasnya laut kita, dimana 2/3 luas wilayah kita adalah lautan. Dengan lautan yang luas itu, kita dikenal sebagai negara bahari. Sebagai negara bahari, kita dianugerahkan berbagai macam ekosistem pesisir dan laut yang sangat indah, sehingga ini menjadi peluang besar bagi pengembangan wisata bahari. Terlebih, saat ini telah terjadi pergeseran negara tujuan wisata internasional, dari negara maju menuju ke negara-negara di Asia.
Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan menjadi andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara, seperti Thailand, Singapura, Filipina, Fiji, Maladewa, Hawai, Tonga, Galapagos, Kepulauan Karibia, dan sebagainya. Sehingga, peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sudah tidak diragukan lagi, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 25-30% devisa pariwisata berasal dari wisata bahari, dan diperkirakan 10 tahun kedepan kontribusinya akan meningkat hingga mencapai sekitar 50%. Hal ini didukung karena keindahan bahari-nya yang tiada terkira dan setiap pulau-nya memiliki daya tarik khas tersendiri. Aktivitas wisata bahari dapat diwujudkan melalui wisata pantai (seaside tourism), wisata pemancingan (fishing tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata olahraga (sport tourism), wisata penyelaman (diving), dan masih banyak jenis wisata bahari lainya.
Industri pariwisata sangat tergantung pada keunikan sumberdaya alam dan lingkungannya. Beberapa keunikan sumberdaya Indonesia, khususnya wisata bahari yaitu pertama, pemandangan bawah laut yang sangat terkenal akan keindahannya, khususnya dikalangan penyelam (diving). Banyak penyelam mengatakan bahwa sekitar 70% kekayaan biota laut dunia ada di Indonesia. Dan salah satu kekayaan biota laut yang digemari oleh diving adalah keindahan terumbu karang.
Terumbu karang menyajikan keindahan yang sangat mempesona karena terdiri aneka warna. Warna-warni pada karang ini disebabkan oleh adanya zooxanthella yang hidup dalam polip karang. Simbiosis antara karang dan zooxanthella saling menguntungkan. Namun, keuntungan paling penting bagi karang adalah dalam proses kalsifikasi (proses perkembangan struktur skeleton karang). Pada terumbu karang ini pula banyak dijumpai hidup berbagai macam biota laut, seperti Ikan, Anemon, Kima dan berbagai biota lainnya.
Di beberapa lokasi tertentu, diantaranya di Raja Empat, Wakatobi, Takabonerate, Karimun Jawa dan Pulau Weh memiliki keindahan terumbu karang tak ada tandingannya di dunia. Keindahan terumbu karang tersebut termasuk dalam 10 ekosistem terumbu karang terindah dan terbaik di dunia (WTO, 2000). Dan paling banyak didatangi oleh wisatawan mancanegara dari berbagai penjuru dunia. Rasanya tak terlalu berlebihan bila keindahan bawah laut itu diungkapkan sebagai menikmati “surga” bawah air.
Meskipun terumbu karang hanya menguasai luas sebesar 0,1% dari seluruh Kawasan Samudera, namun terumbu karang merupakan bagian yang sangat penting, karena keanekaragamannya yang sangat luar biasa. Terumbu karang di Indonesia ada sekitar lebih dari 500 jenis dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi.
Keunikan kedua, pantainya. Dengan belasan ribu pulau dan karakter pantai yang berbeda-beda, mulai dari pasir yang putih bagaikan kristal,  pasir warna pink sampai pasir butiran besar, sungguh menyajikan suatu pemandangan yang sangat luar biasa. Wisatawan dapat menikmati suasana santai dan nyaman dengan beralaskan pasir dan hamparan laut yang jernih membiru dengan riak gelombang yang bergerak bebas. Bermain pasir dan air laut sambil bermandikan panasnya matahari, merupakan suatu pengalaman berwisata yang mengasyikkan, tentunya. Sudah banyak wisatawan yang kepincut dan terus-menerus datang lagi untuk menikmatinya.
Keunikan ketiga, ombaknya. Indonesia terkenal sebagai rajanya ombak dengan berbagai bentuk dan keunikannya. Hal ini telah diakui oleh berbagai majalah selancar dunia. Mereka menilai bahwa Indonesia adalah surga bagi para selancar karena jenis ombaknya. Jenis ombak di berbagai pantai Indonesia masuk dalam 5 besar dunia. Ini merupakan suatu kebangaan tersendiri.
Dengan beberapa keunikan tersebut, bisa dikatakan bahwa wisata bahari dapat menjadi asset alam yang tiada taranya dan penyumbang bagi pemasukan devisa pariwisata yang tidak sedikit. Pemasukan devisa dari sektor pariwisata bahari di Indonesia sekitar US 1 milyar per tahun. Walaupun demikian, ternyata wisata bahari menyimpan beberapa masalah dan tantangan yang harus diselesaikan.
Pertama, masalah konflik dengan nelayan. Karena umumnya wisata bahari berkembang di kawasan konservasi, dan nelayan menganggap berkembangnya wisata bahari makin menutup akses nelayan dalam penangkapan ikan, sehingga dianggap sebagai penghambat peningkatan kesejahteraan nelayan. Hal ini terbukti di beberapa kawasan konservasi dan taman nasional laut, nelayan semakin terbatas aksesnya karena daerah tangkapannya menjadi zona inti yang dilindungi.
Adanya kawasan konservasi seringkali mengakibatkan alergi bagi nelayan. Tidak hanya di Indonesia, tetapi merupakan masalah dunia. Hampir di beberapa negara berkembang mengalami kasus yang sama. Oleh karena itu, dalam penentuan zonasi perlu melibatkan masyarakat, agar membuat kawasan konservasi menjadi lebih legitimate. 
Kedua, umumnya wisata bahari memiliki daya serap yang relatif rendah terhadap tenaga kerja lokal. Hal ini karena usaha tersebut membutuhkan tenaga kerja berpendidikan menengah ke atas. Misalnya tenaga kerja perhotelan, traveling, perhotelan dan lain sebagainya. Sehingga, akses nelayan untuk menjadi bagian dari wisata bahari relatif kecil.
 Ketiga, wisata bahari pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim. Saat ini telah terjadi pemanasan global yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan laut dan pantai. Mengutip pemberitaan Bali Post tanggal 16 Agustus 2007, bahwa telah terdapat 140 titik abrasi dari 450 bentangan garis pantai di Bali. Dan peningkatan permukaan air laut dapat mengancam keberadaan obyek dan daya tarik wisata di wilayah pesisir dan laut. Beberapa pantai dan pulau di Indonesia yang merupakan wisata bahari akan tergenang dan tenggelam, sehingga kehilangan keindahannya.
Selain itu, peningkatan suhu air laut juga akan mengakibatkan terumbu karang kehilangan keindahannya. Hal ini dapat terjadi di beberapa taman nasional bahari di Indonesia. Dapat diperkirakan, jika kenaikan suhu air laut tidak bisa di kontrol, maka dalam beberapa tahun ke depan taman-taman nasional bahari di Indonesia seperti Bunaken, Derawan, Raja Ampat dan Wakatobi akan terancam rusak dan tidak menarik lagi karena terumbu karangnya akan banyak yang mengalami pemutihan dan bahkan mati.
Dari beberapa paparan diatas, menggambarkan bahwa wisata bahari sangat potensial dan sekaligus sangat rentan terhadap berbagai kerusakan lingkungan, termasuk perubahan iklim. Saat ini dampak perubahan iklim terhadap industri pariwisata di Indonesia memang belum begitu terasa, tetapi ke depannya sesungguhnya perubahan iklim akan memberikan ancaman yang luar biasa terhadap keberlangsungan industri pariwisata, khususnya wisata bahari.
Oleh karena itu, saat ini perlu dilakukan suatu proses adaptasi terhadap industri pariwisata, khususnya wisata bahari, diantaranya memasukkan cara-cara untuk menekan kerentanan terhadap perubahan iklim ke dalam strategi penanggulangan bencana. Salah satunya dengan pemberdayaan masyarakat, yaitu dengan memberi tambahan pengetahuan dan kesempatan ikut serta memutuskan pembangunan bahari, sehingga mereka merasa ikut memiliki dan menjaga. Masyarakat menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri…Semoga